Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Anak Disabilitas dan Kusta Juga Berhak Menerima Pendidikan, Sepakat?


Anak Disabilitas dan Kusta Juga Berhak Menerima Pendidikan, Sepakat? - Talkshow Ruang Publik KBR yang diselenggarakan oleh NLR Indonesia di kanal YouTube milik Berita KBR kali ini membawa tema yang menarik dan sangat penting untuk diperbincangkan. Bagi kamu yang belum tahu, KBR sendiri merupakan sebuah radio berjaringan yang berpredikat terverifikasi oleh Dewan Pers dan telah diakui secara resmi. Talkshow ini merupakan bagian dari salah satu serial yang paling banyak di lihat & didengar, serial Suara untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA).

Talkshow Ruang Publik KBR kali ini berfokus pada Pendidikan bagi Anak dengan Disabilitas dan Kusta, sebuah hal yang mungkin asing di telinga beberapa dari kita, namun sangat perlu untuk dibahas dan sepakati nantinya. Acara menjadi sangat meriah karena dipandu oleh kak Rizal Wijaya sebagai Host, kurang lebih durasi acara ini berlangsung selama satu jam. Dihadiri oleh narasumber Bapak Anselmus Gabies Kartono selaku founder Yayasan Kita Juga (Sankita), Bapak Frans Patut, S.Pd selaku Kepala Sekolah SDN Ranggawatu Manggarai barat membuat suasana Talkshow menjad sangat hidup. Acara ini juga disertai testimonial secara langsung dari anak didik kak Ignas Carly siswa kelas 5 kategori disabilitas di SDN Ranggawatu Manggarai barat.

Dari data yang dipaparkan, faktanya bahwa Indonesia masih dihadapkan pada masalah pencegahan dan pengendalian penyakit kusta. Data WHO pada tahun 2020 menyebutkan Indonesia masih menyumbang kasus baru kusta nomer 3 terbesar di dunia dengan jumlah kasus 8% dari kasus dunia. Secara tidak langsung disebutkan bahwa, ternyata masih banyak penderita kusta di wilayah-wilayah Indonesia. Jika diakumulasikan kurang lebih sebanyak 9061 kasus baru, dan yang menggetirkan hati, kusta termasuk kasus baru kusta pada anak.

Tercatat, Per 13 Januari 2021 kasus baru kusta pada anak mencapai 9,14% dimana angka ini belum mencapai target pemerintah yaitu dibawah angka 5%. Sungguh membuat hati ini merinding. Ditambah lagi, masalah disabilitas dengan berbagai faktor dan juga kusta ini disertai dengan masalah terjebak diskriminasi hingga perundugnan di lingkungan sosial. Penyandang disabilitas sering mendapatkan kekerasan, perlakuan dan pola asuh yang salah, pendidikan dan lingkungan sosial yang belum memadai. 

Oleh karenanya, perlu adanya komitmen seluruh pihak untuk membenahi dalam hal pengasuhan, tumbuh kembang yang baik, pendidikan dan masa depan yang baik, terutama mendapatkan hak dalam bidang pendidikan yaitu pendidikan inklusi.

Data & Fakta Sekolah Inklusi SDN Ranggawatu Manggarai Barat 

Butuh proses yang tak mudah dan penuh tantangan pastinya, bagaimana perjalanan sebuah SDN Ranggawatu Manggarai Barat bertransformasi menjadi sekolah inklusi dituturkan oleh Bapak Frans Patut, S.Pd sangat menginspirasi saya secara pribadi. Bahwa beliau memegang teguh pedoman pada "UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan". 

Semua tidak berjalan sesuai pedoman, malah justru banyak ketimpangan. Kondisi yang saat itu beliau temui adalah di kabupaten Manggarai Barat sangat minim sekali sekolah inklusi, padahal banyak ditemukan disetiap kampung terdata anak usia sekolah dengan kategori berkebutuhan khusus. Dan faktor yang paling signifikan yaitu perihal jarak Sekolah SLB yang terlalu jauh. Maka beliau termotivasi untuk menyelenggarakan pendidikan Inklusi di SDN Ranggawatu Manggarai Barat, dengan cara bermitra dengan Yayasan Kita Juga (Sankita), sebelum tahun 2017 SDN Ranggawatu Manggarai Barat sudah menerima siswa penyandang Disabilitas hanya saja belum ada dasar hukum inklusi di sekolah. 

Dan, akhirnya perjalanan berbuah hasil, secara administratif pada tahun 2017 Dinas Provinsi menerbitkan SK Penyelenggaraan Sekolah Inklusi SDN Ranggawatu Manggarai Barat. Dan saat ini ada 7 siswa disabilitas yang bersekolah disana. Termasuk Kak Ignas Carly yang sekarang menjadi siswanya di kelas 5 serta diundang langsung dalam Talkshow hari ini. 

Awalnya, Kak Ignas mengaku sempat di ledek oleh beberapa teman sekolahnya, namun dengan bantuan penyuluhan dan sosialisasi pihak sekolah dan yayasan Sankita, keberadaan siswa disabilitas seperti Ignas Carly dan teman lainnya bisa diterima dan berbaur di lingkungan sekolah. Pernyataan langsung dari kak Ignas, Menurutnya dia senang bersekolah di sekolah negeri karena bisa menambah teman baru dan suka pada guru yang mengajar dengan gaya lucu dan mendukung keberadaan dirinya. Yang perlu kita ketahui juga, dengan hadirnya lingkungan sekitar yang ramah dan konstruktif akan menjadi stimulan optimalisasi proses pendidikan. Dan itu telah dialami kak Ignas di sekolah tersebut.

Yuk, Kenalan dengan Yayasan Kita Juga

Seperti dipaparkan dalam materi, Yayasan Kita Juga (Sankita) ini merupakan organisasi sosial yang bergerak dalam bidang pemberdayaan penyandang Disabilitas di kabupaten Manggarai Barat dengan metode Rehabilitasi bersumber daya masyarakat, berdiri sejak tahun 2007, yang resmi menjadi sebuah yayasan pada tahun 2017. Sankita sendiri bergerak dengan melakukan survei  ke sekolah-sekolah dan menemukan bahwa banyak sekali persiapan yang harus di perhatikan seperti kesiapan guru dan sarana fisik yang belum memadai, akomodasi yang mudah di akses oleh anak disabilitas.

Dalam agendanya, Sankita juga menyelenggarakan pelatihan dan penyuluhan untuk meningkatkan kapasitas para guru, mensosialisasikan kepada guru, komite, dan orang tua murid agar sudut pandang tentang sekolah inklusi sejalan, dan setuju bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang mengikutsertakan atau memberi kesempatan pada anak-anak berkebutuhan khusus untuk bersama melakukan kegiatan belajar di sekolah. Program-program yang dilakukan oleh Yayasan Kita Juga (Sankita) diantaranya :

  1. Menyelenggarakan Pelatihan Mengidentifikasi dan Asassement ABK dimana para guru diberi pemahaman apa itu Anak Berkebutuhan khusus/ Disabilitas, Jenis-jenis disabilitas, permasalahan yang dihadapi disabilitas/ anak berkebutuhan khusus, apa saja kebutuhan anak disabilitas.
  2. Menyusun Perencanaan dan Strategi. Dari pelatihan identifikasi dan Asassement diatas, para guru akan mampu menyusun rencana dan strategi menghadapi ABK, misalnya saat menghadapi jenis anak berkebutuhan khusus sensorik netra dengan satu mata yang masih berfungsi, maka guru akan merancang strategi pembelajaran dan materi yang akan diberikan, apakah dengan tulisan yang agak besar, atau mengatur posisi duduk anak di barisan depan agar memudahkan melihat, dan lain sebagainnya. Tergantung dari jenis ABK yang dihadapi.
  3. Secara berkala, Memotivasi orang tua siswa. Meyakinkan orang tua murid bahwa anak berkebutuhan khusus bisa bersekolah di sekolah inklusi.
  4. Bekeeja sama dengan berbagi mitra yang relevan. Contohnya Pelatihan di Balai Kantor Kepala Desa dan Ikut Berpartisipasi mengikuti Kegiatan Pembangunan Desa. Dengan kegiatan ini diharapkan membuka mata masyarakat bahwa anak disabilitas bisa berkembang dan melakukan tugas seperti masyarakat lainnya jika terus di dukung dan difasilitasi oleh semua pihak, terutama ditengah masyarakat.

Kesimpulan dari keseluruhan Insight yang aku dapat hari ini :

Secara pribadi, Aku sangat mengapresiasi gagasan Bapak Frans Patut, S.Pd, Pak Anselmus Gabies Kartono selaku founder Yayasan Kita Juga (Sankita) yang keduanya sepakat untuk senantiasa berjuang dalam dunia pendidikan dan sosial anak berkebutuhan khusus. Khususnya di daerah Manggarai Barat. Dan besar harapan kedepannya, dari langkah kecil tersebut, nantinya bisa menginspirasi dunia pendidikan di Indonesia dan diterapkan secara masif demi mewujudkan "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan".


Post a Comment for "Anak Disabilitas dan Kusta Juga Berhak Menerima Pendidikan, Sepakat?"